0%
Senin, 08 Agustus 2022 20:59

Mencari Keadilan untuk UMP DKI Jakarta

Mencari Keadilan untuk UMP DKI Jakarta

Isu Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta belum juga usai. Gubernur Anies Baswedan dituntut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas langkahnya menaikkan UMP yang dianggap di luar skema aturan yang berlaku.

Sekilas, Gubernur Anies tampak menjadi seorang pembangkang. Banyak yang menuduh langkahnya tersebut merupakan upaya untuk berdiri berhadap-hadapan dengan pemerintah pusat dan pelaku usaha. Apalagi, isu tersebut dibumbui oleh aroma polarisasi politik jelang Pilpres 2024.

Namun bila kita lihat rekam sejarahnya, kenaikan yang ditetapkan oleh Anies Baswedan melalui Keputusan Gubernur 1517/2021 merupakan sesuatu yang memiliki nalar keadilan. Tidak ada upaya Gubernur Anies berlawanan dengan pengusaha, apalagi bertentangan dengan pemerintah pusat.

Sejak tahun 2017-2020, kenaikan UMP di DKI Jakarta berada pada kisaran 8%. Lalu kemudian akibat pandemi Covid-19, angka tersebut sempat harus turun pada 2021 ke angka 3.3%.

Penurunan tersebut sangat wajar di tengah suasana pandemi, mengingat gelombang PHK yang juga sangat masif dan angka kemiskinan yang meningkat signifikan. Bahkan, semua aparatur sipil negara DKI Jakarta harus memotong setengah dari gajinya agar program kesejahteraan masyarakat dapat semakin besar.

Memasuki akhir 2021, perekonomian kembali menggeliat. Bahkan, pertumbuhan ekonomi nasional pada Triwulan IV - 2021 menembus angka 5%. Di tengah ekonomi dunia yang masih terseok-seok, pemerintah dapat mencapai hasil yang luar biasa.

Maka, Gubernur Anies mengeluarkan Kepgub 1517/2021, yang substansinya kira-kira menaikkan UMP DKI Jakarta sebesar 5.1% pada 2022. Harapannya adalah membuat perekonomian semakin menggeliat.

Pada saat yang bersamaan, pemerintah pusat mewajibkan semua pemerintah provinsi untuk menghitung kenaikan upah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021, yang merupakan turunan dari UU Ciptaker. Hasilnya, UMP di DKI Jakarta hanya mengalami kenaikan sebesar 0.8%. Angka tersebut sangat jauh di bawah kenaikan yang ditetapkan pada masa puncak pandemi yang berada pada kisaran angka 3.3%.

Gubernur Anies yang merasakan ketidakadilan pun menyurati Kementerian Tenaga Kerja. Formula tersebut dianggap tidak mengedepankan prinsip keadilan. Lebih daripada itu, rumus yang digunakan oleh pemerintah pusat tampak begitu janggal diterapkan di DKI Jakarta.

Anies Baswedan menyampaikan argumen yang meyakinkan tersebut untuk melegitimasi kekhususan yang harusnya didapatkan oleh DKI Jakarta. Sebab, Ibu Kota tidak mengenal upah minimum kabupaten/kota yang bisa saja lebih besar daripada upah minimum provinsi. Misalnya, UMP Jawa Barat 2022 berada pada angka Rp 1.841.487, namun beberapa kabupaten/kota memiliki angka yang tidak jauh berbeda dengan UMP DKI Jakarta.

Kemudian, PTUN mengabulkan tuntutan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencabut Kepgub 1517/2021. Setelah tujuh bulan, pekerja di DKI Jakart akan mengalami penurunan upah sebesar Rp 100.000. Sepertinya, kejadian semacam ini sangat langka terjadi di Indonesia.

Tentunya, putusan PTUN ini bukan sekadar mengurangi pendapatan kelompok pekerja, namun juga penurunan aktivitas ekonomi di DKI Jakarta. Di tengah inflasi yang mendekati 5%, kenaikan UMP nasional yang berada pada kisaran 1.09% tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan standar kehidupan. Apalagi, 53.65% pertumbuhan ekonomi ditopang oleh konsumsi rumah tangga.

Yang merasakan keputusan PTUN tersebut bukan hanya kelompok pekerja, namun juga pelaku ekonomi di Jakarta secara keseluruhan juga menerima dampak. Melihat struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia, keadilan bagi pekerja adalah awal dari kesejahteraan bagi perekonomian secara menyeluruh.

Keputusan Gubernur Anies Baswedan untuk mengajukan banding bukan hanya soal keadilan untuk kelompok pekerja, tetapi juga upaya untuk memperkokoh ekonomi rumah tangga warga negara yang tengah bangkit dari pandemi. Kenaikan UMP yang berkeadilan adalah upaya untuk memberikan angin segar untuk seluruh pelaku ekonomi. Aturan turunan UU Ciptaker pun harus melihat berbagai faktor yang spesifik dari karakteristik setiap wilayah.

Ketenteraman dan kebahagiaan setiap warga negara hanya akan terjaga saat pemerintah dapat memastikan keadilan. Lewat upaya banding, Gubernur Anies Baswedan sedang berupaya mewujudkan keadilan tersebut. Langkah transformatif tersebut perlu terus diupayakan. Sebab, esensi dari peraturan adalah keadilan bagi setiap warga negara.

 

Kolom Populer