DPR Ingatkan Risiko Kebingungan Hukum Tanpa Kesiapan Aparat

ist

Menurutnya, tantangan utama justru terletak pada kesiapan aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, hingga lembaga pemasyarakatan, dalam menerapkan KUHP dan KUHAP baru secara konsisten dan bertanggung jawab.

PORTALMEDIA.ID - Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru pada 2 Januari 2026 dinilai menjadi tonggak penting reformasi hukum nasional.

Setelah puluhan tahun menggunakan aturan pidana peninggalan kolonial, Indonesia kini memiliki sistem hukum pidana yang disusun berdasarkan nilai Pancasila, UUD 1945, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Namun, Anggota Komisi III DPR RI Adang Daradjatun mengingatkan bahwa perubahan tersebut tidak boleh dimaknai sebatas pergantian norma hukum.

Baca Juga : Rilis Akhir Tahun, Kejagung Beberkan Kinerja Pemberantasan Korupsi

Menurutnya, tantangan utama justru terletak pada kesiapan aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, hingga lembaga pemasyarakatan, dalam menerapkan KUHP dan KUHAP baru secara konsisten dan bertanggung jawab.

“KUHP dan KUHAP baru diharapkan membawa perubahan paradigma yang mendasar dalam penegakan hukum pidana,” kata Adang dalam keterangan tertulis, Senin (29/12/2025).

Mantan Wakil Kepala Polri itu menjelaskan, sistem hukum pidana ke depan tidak lagi bertumpu pada pendekatan represif semata. KUHP dan KUHAP baru menekankan prinsip ultimum remedium, keadilan restoratif, pidana alternatif non-pemenjaraan, serta pengakuan terhadap hukum yang hidup di tengah masyarakat.

Baca Juga : DPR Dorong Sinergi Lintas Sektor untuk Pemulihan Pascabencana

Perubahan ini, kata dia, menuntut aparat penegak hukum untuk meninggalkan pola lama yang berorientasi pada penghukuman.

Adang menilai, tanpa kesiapan yang matang, penerapan KUHP dan KUHAP baru berpotensi menimbulkan kebingungan di lapangan, perbedaan penafsiran antar aparat, hingga ketidakpastian hukum bagi masyarakat.

“Oleh karena itu, kesiapan aparat penegak hukum harus dipahami secara menyeluruh, maksimal, dan efektif,” ujarnya.

Baca Juga : Enam Saksi Kasus Bibit Nanas Dicekal, Termasuk Mantan Pj Gubernur Sulsel

Ia memaparkan setidaknya tiga aspek penting yang harus dipersiapkan. Pertama, kesiapan konseptual dan pemahaman substansi hukum.

Aparat penegak hukum tidak cukup hanya memahami bunyi pasal, tetapi juga harus menguasai filosofi dan tujuan pembaruan hukum pidana agar penerapannya tidak melenceng dari semangat keadilan dan kepastian hukum.

Kedua, kesiapan sumber daya manusia dan kelembagaan. Pendidikan dan pelatihan yang terstruktur serta seragam perlu menjadi prioritas, termasuk penyesuaian kurikulum di institusi kepolisian, kejaksaan, dan peradilan.

Baca Juga : Sepanjang 2025 Polda Sulsel PTDH 20 Anggota

Harmonisasi aturan internal dan pedoman teknis antar lembaga juga dinilai penting untuk mencegah perbedaan penafsiran.

Ketiga, kesiapan sistem dan budaya hukum. Adang menegaskan, pembaruan hukum pidana menuntut perubahan cara pandang aparat dari sekadar penegak pasal menjadi penjaga keadilan. Hukum pidana harus ditempatkan sebagai sarana terakhir dalam menyelesaikan persoalan sosial.

“Pendekatan yang lebih humanis dan berorientasi pada pemulihan harus menjadi bagian dari budaya kerja aparat penegak hukum,” tegas purnawirawan jenderal polisi berpangkat Komisaris Jenderal itu.

Baca Juga : Buntut Ludahi Kasir Swalayan, Dosen di Makassar Dipecat Dari Kampus

Dalam masa transisi menuju pemberlakuan penuh KUHP dan KUHAP baru, Adang menekankan pentingnya fungsi pengawasan DPR, khususnya Komisi III.

Pemerintah dan aparat penegak hukum diminta memastikan seluruh peraturan pelaksana disusun tepat waktu, sosialisasi kepada masyarakat dilakukan secara luas, serta evaluasi kesiapan institusi berjalan secara berkala dan transparan.

“Kami akan terus mengawal agar implementasi KUHP dan KUHAP baru tetap sejalan dengan tujuan pembaruan hukum pidana nasional,” katanya.

Menurut Adang, KUHP dan KUHAP baru merupakan peluang besar untuk membangun sistem hukum pidana yang lebih berkeadilan dan beradab.

Aparat penegak hukum diharapkan menjadi aktor utama dalam memastikan hukum tidak hanya ditegakkan, tetapi juga dirasakan keadilannya oleh masyarakat.

Ia menambahkan, keberhasilan pembaruan hukum pidana sangat bergantung pada integritas serta kesiapan aparat penegak hukum. Tanpa itu, perubahan regulasi justru berisiko menjadi beban baru dalam praktik penegakan hukum.

“Pilihan ada pada kita semua, terutama para penegak hukum sebagai garda terdepan keadilan,” pungkasnya.

Kalau mau, aku bisa ringkaskan jadi versi hard news lebih pendek, atau disesuaikan dengan gaya media tertentu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berikan Komentar
Berita Terbaru