Kawal Implementasi UU TPKS, Organisasi Perempuan Dorong Partisipasi Multi Pihak
Seminar nasional terkait penguatan sinergi partisipasi multi pihak dilakukan untuk mengajak publik dapat secara aktif berpartispasi dalam mengawal implementasi peraturan UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022
PORTALMEDIA.ID,MAKASSAR- Organisasi Perempuan Mahardhika bersama dengan Yayasan Rumah Mama, sebagai lembaga yang selama ini fokus isu dan penanganan masalah perempuan, menggelar Seminar Nasional, Jumat (15/7/2022) di Hotel Four Points by Sheraton Makassar, Jalan Andi Djemma.
Seminar yang mengusung tema "Sinergi dan Penguatan Partisipasi Multi-Pihak dalam Mengawal Implementasi UU TPKS", ini melibatkan sejumlah lembaga dan individu untuk membangun ruang dialog multi-stakholder tentang bagaimana upaya percepatan implementasi UU Nomor 12 Tahun 2022 TPKS. Termasuk mengajak publik untuk dapat secara aktif berpartispasi dalam mengawal implementasi peraturan tersebut.
Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut, Direktur LBH Apik Sulsel Rosmiati Sain, Unit Penanganan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak(UPT PPA) Sulsel Meisy B. Papayungan, Direktur Yayasan Rumah Mama Lusia Palulungan dan Perempuan Mahardhika, Tyas Widuri, termasuk pihak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak(KPPPA) RI dan Unit PPA polri.
Baca Juga : Kritik Implementasi OTHA, Wali Kota Danny Sebut Banyak Kendala Teknis di Lapangan
Direktur Yayasan Rumah Mama, Lusia Palulungan dalam paparannya menjelaskan, dari banyak kasus kekerasan seksual yang ada, mayoritas korban didominasi oleh perempuan. Hal ini tidak terlepas dari pemahaman masyarakat maupun pelaku yang menganggap perempuan adalah makhluk yang lemah.
"Sehingga jika terdapat cela sedikit saja maka terdapat kemungkinan kekerasan seksual dapat terjadi,"katanya. Lanjut Lusia, hal lain adalah relasi kekuasaan yang dapat menekan perempuan." Misalnya, seperti guru kepada siswinya, orang tua kepada anaknya, atasan kepada karyawannya dan sebagainya sehingga dapat terjadi hal yang tidak diinginkan,"katanya.
Disamping itu semua telah ada UUD yang dibentuk untuk kasus pelecehan seksual. Namun hingga saat ini belum dapat digunakan, sebab masih banyak hal-hal yang harus di perbaiki dalam UUD PPKS yang menjadikan UUD ini tidak di gunakan.
Baca Juga : AIPI-Unhas Kembalikan Kejayaan Kemaritiman Melalui Deklarasi Djuanda
"Juga karena masih banyak orang yang tidak mengetahui adanya UUD PPKS sehingga jika terdapat pelaporan mengenai kekerasan seksual pihak kepolisian masih sering menggunakan UUD yang sudah lama,"katanya.
Hal ini menjadi alasan mengapa kita harus melakukan sosialisasi tentang UUD PPKS agar korban kekerasan seksual dapat melapor dengan menggunakan UUD tersebut agar tidak perlu mencari undang-undang yang lain.
Direktur LBH Apik Sulsel, Rosmiati Sain menjelaskan lahirnya UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022 merupakan sebuah langkah maju yang dibuat oleh Negara Indonesia dalam menghasilkan pembaruan sistem hukum pidana di Indonesia, khususnya tentang kekerasan seksual.
Baca Juga : Direktur PNUP Buka SNTEI Ke-9 di Hotel Claro
"Melalui UU TPKS, Negara kita mengakui bahwa peraturan perundang-undangan yang ada sebelumnya belum optimal dalam memberikan pencegahan, perlindungan dan penanganan beragam kasus kekerasan seksual dan akses pemulihan bagi korban,"katanya.
Lanjutnya, faktor penghambat upaya mencapai keadilan hukum bagi korban mewujud dalam berbagai bentuk, misalnya penegakan hukum didominasi kesulitan pembuktian, aparat penegak hukum yang belum berperspektif korban sehingga menyebabkan proses penyidikan yang berlarut larut.
"Para pendamping korban tidak jarang mendapat intimidasi dan serangan yang berkaitan dengan pendampingan korban. Keterbatasan infrastruktur, kekurangan Sumber Daya Manusia, fasilitas dan anggaran juga menjadi kendala optimalisasi pekerjaan lembaga layanan. Pada akhirnya berdampak pada impunitas pelaku,"katanya.
Baca Juga : Aktivis Perempuan Kawal UU TPKS: Partisipasi Multipihak Perlu Dilibatkan
Perjalanan panjang proses UU TPKS akhirnya berhasil merumuskan sebuah hukum acara pidana khusus yang memuat prinsip-prinsip penanganan, pelindungan dan pemulihan korban secara komprehensif.
Upaya percepatan implementasi UU TPKS menjadi kebutuhan bersama, mengingat kasus kekerasan seksual yang terus terjadi. Menurut Catatan Tahunan (CATAHU) 2022, Komnas Perempuan mencatat angka kekerasan siber berbasis gender (KSBG) meningkat hingga 83% yakni sebanyak 940 kasus menjadi 1.721 kasus .
Sebesar 99 % Kekerasan Berbasis Gender terjadi di ranah personal dan lingkup keluarga kemudian ranah publik dan ranah negara. Kemudian yang menjadi catatan, pelaku kekerasan seksual justru adalah orang yang memiliki wewenang atau tanggung jawab untuk melindungi korban.
Baca Juga : Yayasan LBH Makassar Ajak Warga Karunrung Kawal UU TPKS
Sinergi dan partisipasi multi-pihak menjadi kunci agar hambatan dan tantangan yang muncul dari proses tersebut dapat dibicarakan bersama-sama dan menemukan solusi, sehingga upaya pelindungan setiap orang dari kekerasan seksual sesuai amanat UU TPKS dapat segera diimplementasikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News