PORTALMEDIA.ID, MAKASSAR - Departemen Ilmu Kelautan Unhas menjalankan program pengabdian masyarakat di Kecanatan Banggae Majene, Minggu (29/10).
Kegiatan ini dihadiri sekitar 50 orang nelayan yang berasal dari Kecamatan Banggae dan melibatkan dosen serta mahasiswa S1 dan S2 Ilmu Kelautan Unhas.
Kegiatan pengabdian ini diawali dengan sambutan Ketua Panitia Pelaksana Prof. Dr. Rahmadi Tambaru, M.Si, anggota DPRD Kota Majene Abdul Wahab, SH., MM., kemudian dibuka oleh Ketua Departemen Ilmu Kelautan Unhas Dr. Khairul Amri, ST., M.Si.
Baca Juga : Darurat Sampah Plastik, KALLA Bersama Rappo Indonesia Kolaborasi Program Daur Ulang
Menurut Khairul Amri, kegiatan pengabdian masyarakat ini merupakan kegiatan rutin dosen Ilmu Kelautan yang dilaksanakan didaerah pesisir atau pulau-pulau di Selat Makassar dan sekitarnya.
“Khusus untuk di Kecamatan Banggae Majene ini, materi penyuluhan yang akan disampaikan nanti sebelumnya telah disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi masyarakat lokal, seperti tentang rumpon, sampah plastic, mitigasi menghadapi dampak kenaikan muka air laut, dan peluang budidaya kepiting bagi yang dapat dilakukan juga oleh nelayan selain menangkap ikan di laut,” jelas Kadep Ilmu Kelautan Unhas ini.
Sementara Abdul Wahab, mewakili tokoh masyarakat setempat mengharapkan agar Ilmu Kelautan Unhas berkenan melakukan pengabdian secara rutin di Kota Majene.
Baca Juga : Peduli Lingkungan, Siswa Bosowa School Daur Ulang Sampah menjadi Karya Seni
“Masyarakat di sini dominan nelayan penangkap ikan pelagis, seperti tuna dan cakalang sehingga sangat cocok bagi Ilmu Kelautan untuk dijadikan sebagai lokasi pengabdian, bahkan kalau memungkinkan kami bersedia dijadikan lokasi binaan,” harap Ketua DPRD Kota Majene ini.
Memasuki sesi pemaparan materi, diawali Dr. Mahfud Palo, M.Si yang menyampaikan tentang Teknik penempatan dan pengelolaan rumpon laut dalam di wilayah penangkapan perikanan (WPP) 713. Ia juga menyampaikan pemasalahan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan sekrang ini dibatai izinnya oleh pemerintah dalam WPP 713.
“Hanya 91 unit dalam luas wilayah perairan laut dari Tolitoli , Selat Makassar, Teluk Bone hingga perairan NTB bagian Utara. Jumlah ini tentu sangat sedikit. Tidak sesuai dengan cakupan wilayah dan kebutuhan nelayan,” jelas dosen penangkapan ikan Unhas ini.
Baca Juga : Cara Pangkep Selesaikan Persoalan Sampah di Desa, Hadirkan Pengelolaan Sistm Reduce, Reuse dan Recycle
Terkait dengan perubahan iklim, Dr. Rijal Idrus, M.Sc pemaparannya lebih banyak menekankan pada adaptasi nelayan yang sebaiknya dilakukan mulai saat ini menghadapi dampak perubahan iklim.
“ Salah satu contoh dampak perubahan iklim adalah kenaikan muka laut dimana air laut tersebut bisa saja menenggelamkan pulau dan rumah-rumah nelayan di pesisir seperti di pesisir Majene ini,” ungkap Rijal.
Selanjutnya materi Dr. Farid Samawi, M.Si banyak menekankan bahaya pencemaran pelastik di laut, baik kepada lingkungan maupun pada biota laut secara langsung.
Baca Juga : Terkontaminasi ke Ikan Konsumsi, 90 Persen Sampah Plastik Masuk ke Sungai Tallo dan Jeneberang
“Masyarakat tidak boleh membuang sampah lagi dipekarangan yang akhirnya ke laut, apalagi jarring yang bisa saja menjerat bebrbagai jenis ikan dan penyu yang merupakan biota laut dilindungi,” jelas Farid.
Materi terakhir yang disampaikan secara panel ini disampaikan Prof.Dr. Yusri Karim, M.Si., tentang peluang budidaya kepiting bakau bagi masyarakat nelayan.
“Tidak semua waktu itu bisa dimanfaatkan nelayan untuk melaut. Musim badai dan gelombang pasti tidak bisa melaut. Karena itu perlu dilakukan juga budidaya, khususnya kepiting lunak yang bisa dijadikan alternatif pendapatan saat musim gelombang,” tandas Yusri.
Baca Juga : Bibir Pantai Dipenuhi Sampah, Taman Mattirotasi Parepare Ditinggal Pengunjung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News