PORTALMEDIA.ID, MAKASSAR — Dugaan korupsi pengelolaan Anggaran Rumah Tangga (ART) pimpinan DPRD Tana Toraja (Tator) kini memasuki babak baru.
Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) mulai memeriksa puluhan saksi untuk mengusut aliran dana miliaran rupiah yang diduga tidak sesuai peruntukan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi mengatakan bahwa membenarkan bahwa proses penyelidikan terus dipercepat. “Sudah ada puluhan saksi yang kami ambil keterangannya dalam kasus ART DPRD Tana Toraja,” ujarnya.
Baca Juga : Kejati Sulsel Selidiki Dugaan Korupsi Dana Hibah KONI untuk PON XXI
Kejati Sulsel menyatakan bahwa proses masih dalam tahap penyelidikan. Soetarmi meminta publik memberi ruang bagi penyelidik untuk bekerja.
“Kami teliti dan cermat dalam menangani setiap laporan. Perkembangannya akan kami sampaikan secara terbuka,” ujarnya.
Diketahui, laporan resmi dari mahasiswa dan pemuda tersebut dilengkapi dengan data dokumen APBD Tana Toraja serta mengacu pada UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Baca Juga : Pemprov Sulsel Ajukan Tiga Permohonan Pendampingan Hukum ke Kejati Sulsel
Penyelidikan ini mencuat setelah laporan masyarakat diterima Kejati, menyusul aksi unjuk rasa oleh Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Mafia Hukum.
Mereka mengungkap bahwa rumah jabatan pimpinan DPRD Tana Toraja sejak tahun 2017 tidak pernah ditempati, namun tetap menerima alokasi anggaran rutin setiap tahun.
Koordinator aksi, Issank, membeberkan rincian anggaran yang dinilai janggal. Di antaranya, pemeliharaan rumah dan kendaraan dinas senilai Rp100 juta per tahun, konsumsi Rp25 juta per bulan, serta listrik dan air Rp10 juta per bulan.
Baca Juga : Kejati Sulsel Rencanakan Bentuk Satgas Investasi, Tuntaskan Masalah Lahan Hingga Percepatan Proyek Strategis
Ironisnya, semua itu tetap dikucurkan meski rumah jabatan tersebut diduga tak pernah dihuni.
“Bahkan, untuk pimpinan DPRD tertentu, angka pemeliharaan mencapai Rp152 juta per tahun, dan konsumsi Rp40 juta per bulan. Ini bukan sekadar pemborosan, tapi penyalahgunaan anggaran,” kata Issank.
Menanggapi lambannya penanganan, Anti-Corruption Committee (ACC) Sulawesi mendesak Kejati Sulsel segera menaikkan status kasus ke tahap penyidikan.
Baca Juga : Kejati Sulsel Tandatangani PKS Bersama PT PLN UID Sulselrabar, PT PLN UIP Sulawesi dan PT PLN UIP3B Sulawesi
“Publik butuh kepastian hukum. Kalau sudah jelas unsur pidana, jangan tunggu lama,” ujar Kadir Wokanubun, Ketua Badan Pekerja ACC Sulawesi.
Ia menekankan bahwa dugaan ini tidak bisa dianggap sebagai kesalahan administratif belaka, melainkan bentuk penyalahgunaan wewenang yang berpotensi melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Kalau korupsi bisa selesai dengan mengembalikan uang, maka hukum tinggal formalitas. Ini harus ditindak tegas,” tambahnya.(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News