PORTALMEDIA.ID, GOWA -- Eks pengelola website Fakultas Syariah dan Hukum milik UIN Alauddin Makassar, inisial SS, terduga pelaku pelecehan seksual 9 mahasiswa di kampus tersebut telah diberhentikan walau sebelumnya telah menyerahkan surat pengunduran diri.
Kepala Divisi Pendampingan Hukum Unit Layanan Terpadu (ULT) UIN Alauddin, Rahman Syamsuddin, mengatakan, dengan diberhentikannya terduga pelaku tak ada hubungannya lagi dengan kampus.
“Ini sebenarnya bukan tanggung jawabnya UIN, dia (terduga pelaku) itu pertama bukan pegawai UIN, dan dia bukan staf. Dia panitia Humas (Hubungan Masyarakat). Dia juga sudah mengundurkan diri. Artinya dia memang tidak ada sangkut pautnya dengan UIN,” ungkap Rahman kepada portalmedia.id, Kamis (16/3/2023).
Baca Juga : Diduga Lecehkan Siswi SD, Oknum Guru PPPK di Makassar Dilaporkan ke Polisi
Dia mengatakan bila ada pihak yang masih tidak puas dan dirugikan dipersilakan membawanya ke ranah pidana. Karena menurutnya lembaga pendidikan tinggi itu punya aturan hukum dalam perkara seperti ini.
“Sekarang, kalau korban merasa dirugikan, tempuh jalur hukum. Karena, kemarin ketika di ULT bertanya ke korban, kenapa tidak lapor ke polisi, dia itu baik SS. Ceritanya ada hutang budi,” jelasnya.
Rahman menuturkan, korban yang berjumlah sembilan orang mulanya melapor ke pihak ULT UIN Alauddin, setelah itu kasus diserahkan ke Komisi Penegakan Kode Etik (KPKE).
Baca Juga : Dosen UNM Laporkan Rektor ke Polda Sulsel dan Kemendikbudristek atas Dugaan Pelecehan Seksual Digital
Pelaku beberapa kali dipanggil KPKE tapi mangkir. Sementara kasus diproses, pihak fakultas memberhentikan pelaku terlebih dahulu
“Pihak kampus sebenarnya sudah ambil keputusan yang tepat, memberhentikan sebagai humas FSH. Dekan sudah ambil keputusan tepat,” terangnya.
“Jangan kasus ini mencuat ke mana-mana,” tegasnya.
Baca Juga : Menkes Wajibkan Tes Psikologi Berkala untuk Peserta PPDS Imbas Kasus Kekerasan Seksual
Sementara itu, Ketua ULT Rosmini Amin, mengaku pihaknya telah bekerja sesuai aturan yang ada.
Soal apakah ingin lanjut ke pidana, itu adalah hak korban. “Tapi persoalannya ini anak tidak mau pidana,” ungkapnya.
Ia maklum, menjadi korban pelecehan seksual memang tak mudah. Ada banyak pertimbangan, salah satunya, identitas korban yang mudah terkuak.
Baca Juga : Propam Periksa Kanit PPA dan Penyidik Usai Diduga Paksa Korban Pelecehan Atur Damai
“Bagi saya juga wajar, saya juga belum merekomendasikan ke sana. Karena takutnya korban mengalami kekerasan berlapis. Toh. Misalnya dia ditekan dan sebagainya,” imbuh Kepala Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Alauddin itu.
“Makanya saya bilang, selama korban belum berani memidanakan, kita tidak boleh paksa. Kita menunggu apa yang nyaman buat dia,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News