PORTAL MEDIA. ID, MAKASSAR- Oknum anggota Polda Sulsel Briptu Sanjaya pelaku pelecehan seksual terhadap FM, tahanan perempuan Rutan Dittahti jalani sidang etik oleh Komisi Kode Etik Polri.
Atas perbuatannya, Briptu Sanjaya dijatuhi sanksi mutasi bersifat demosi selama 7 tahun. Sanksi etik yang dijatuhkan kepada Briptu Sanjaya lebih ringan dari tuntutan. Dimana penuntut, dalam persidangan etik yang dilangsungkan di ruang sidang Subbidwaprof Bidpropam Polda Sulsel pada 5 Desember 2023 menuntut pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Briptu Sanjaya.
Dalam persidangan, dihadirkan 7 orang saksi yang terdiri 4 orang anggota Polda Sulsel dan 3 orang tahanan Rutan Polda Sulsel. Dari saksi yang dihadirkan, diperoleh keterangan Briptu Sanjaya melakukan pelecehan seksual verbal dan nonverbal secara berulang terhadap FM.
Baca Juga : Diduga Lecehkan Siswi SD, Oknum Guru PPPK di Makassar Dilaporkan ke Polisi
Didampingi oleh tim penasihat hukumnya dari LBH Makassar - YLBHI, korban ikut mendengar dan menyaksikan jalannya persidangan.
Mendengar putusan dijatuhkan, korban sangat kecewa dengan putusan yang diberikan kepada Briptu Sanjaya. Pasalnya, vonis yang diberikan
sangat jauh dari harapan korban, sehingga sangat melukai rasa keadilannya.
Baca Juga : Polda Sulsel Musnahkan 44 Kg Sabu dari Kurir yang Ditangkap di Parepare
“Mengingat perbuatan pelaku kepada saya sudah berulang yang bahkan menyebabkan saya trauma dan harus bertemu psikolog, rasanya tidak adil
kalau pelaku hanya dikasih sanksi ringan. Dia akan tambah seenaknya lakukan pelecehan ke tahanan kalau tidak dikasih efek jerah. Dan
mungkin saja akan ada korban lain” terang Korban (FM).
Baca Juga : Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro Resmi Jabat Kapolda Sulsel, Gantikan Irjen Pol Rusdi Hartono
Putusan ini menjadi preseden buruk kepolisian dalam memandang kekerasan seksual sebagai pidana biasa. Kepolisian gagal melihat pola kekerasan berulang yang terjadi di Rutan Dittahti Polda Sulsel, ruang yang harusnya dipastikan aman bagi setiap tahanan.
Sementara itu, laporan pidana korban di SPKT Polda Sulsel pada 22 Agustus 2023, sebagaimana Laporan Polisi Nomor : LP/B/747/VIII/SPKT/Polda Sulawesi Selatan, masih belum menemui titik terang.
“Sejauh ini untuk laporan tindak pidana kekerasan seksual yang dilaporkan Korban, belum menemukan titik terang. Sehingga, putusan hari
Baca Juga : Komisioner Bawaslu Temui Kapolda Sulsel Rusdi Hartono
ini harusnya bisa digunakan sebagai petunjuk untuk mempercepat pelaporan tindak pidana di Unit PPA Polda Sulsel. Mengingat, Sanksi
putusan sidang etik terhadap Briptu S tidak menghapus tuntutan pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (1) PP No.2 Tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota polri”. Jelas Kepala Bidang Gender LBH Makassar, Mira Amin.
Kepala Bidang Sipol LBH Makassar, Muhammad Ansar, menambahkan, putusan Propam Polda Sulsel ini menjadi bukti nyata gagalnya reformasi
Baca Juga : Pekan Depan, PN Sidangkan Gugatan Warga Rp 800 M Terhadap Polda Sulsel
kepolisian.
“Putusan ini sangat mencederai rasa keadilan masyarakat, terutama rasa keadilan korban. Kami menduga kuat, putusan ini dilatarbelakangi oleh konflik kepentingan, karena terduga pelakunya adalah anggota kepolisian, di sisi yang lain, yang menegakan kode etik juga adalah anggota kepolisian, ungkapnya.
Dalam catatan LBH Makassar sebut Ansar, ada beberapa kasus yang diduga pelakunya melibatkan aparat kepolisian, tetapi korbannya atau keluarga korban tidak menemukan keadilan, hal ini adalah bukti nyata gagalnya reformasi kepolisian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News