PORTALMEDIA.ID - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi NasDem, Muslim Ayub, mengusulkan agar pemilihan umum (Pemilu) digelar setiap 10 tahun sekali, bukan lima tahun seperti saat ini. Usulan tersebut ia sampaikan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Baleg DPR yang membahas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada Rabu (30/10/2024).
Rapat itu turut dihadiri berbagai organisasi, termasuk Perludem, Komnas Perempuan, dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK).
Muslim berpendapat, siklus pemilu lima tahunan terlalu singkat, terutama mengingat tingginya biaya untuk maju dalam pemilihan.
Baca Juga : Komisi VII DPR dan Pemerintah Sepakati Revisi Ketiga UU Kepariwisataan
Menurutnya, biaya yang diperlukan untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif tidak sedikit, bahkan minimal mencapai Rp20 miliar.
“Lima tahun ini waktu yang sangat sebentar untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan,” kata Muslim.
Ia juga menyoroti bahwa persiapan pemilu perlu dimulai sejak tiga tahun sebelum hari pemilihan, sehingga masa kerja yang efektif bagi anggota DPR tidak lama.
Baca Juga : Komisi I DPR Dorong Revisi UU Penyiaran, Atur Platform Digital dan Lindungi Anak
“Saya berharap apa salahnya barangkali pemilu ini 10 tahun sekali ya kan? Karena untuk lima tahun ini, pimpinan, kita ini 2025. 2026 itu udah dekat. 2027 udah mulai pemilu lagi,” ujar Muslim dalam rapat tersebut.
Muslim menekankan perlunya organisasi pengawas pemilu, seperti Perludem, memahami tantangan yang dihadapi calon legislatif, termasuk besarnya biaya yang harus dikeluarkan.
Ia mengungkapkan bahwa banyak anggota DPR yang terpilih saat ini masih memiliki utang sebagai akibat dari tingginya biaya kampanye.
Baca Juga : DPR Soroti Tata Kelola Investasi Asuransi, OJK Diminta Lebih Tegas
“Jujur saya sampaikan. Tidak salah kan kalau 10 tahun sekali. Ini usulan pribadi, bukan dari NasDem,” tambahnya.
Usulan serupa juga dilontarkan oleh anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Darori Wonodipuro, yang bercanda bahwa anggota DPR sering termenung memikirkan cara mengembalikan modal kampanye yang mereka keluarkan.
Menurutnya, sistem pemilu saat ini mempersulit anggota legislatif untuk kembali modal, termasuk dirinya.
Baca Juga : Sukamta Nilai Pernyataan PBB soal Genosida Israel Belum Beri Dampak Nyata
Darori juga menyatakan bahwa saat ini banyak masyarakat yang memilih karena pengaruh politik uang. “Faktanya, sekitar 78 persen masyarakat memilih dengan money politic. Bahkan Peraturan KPU masih membuka peluang bagi praktik ini meski dalam batas terbatas,” ungkap Darori.
Berkelakar, Darori mengatakan bahwa jika seorang kyai dan seorang “maling” maju dalam pemilu, maka dengan sistem saat ini, peluang “maling” untuk terpilih akan lebih besar.
“Kyai dan maling kalau nyalon, mestinya yang jadi maling. Kyai jujur, sedangkan maling pandai mencari peluang. Ini tolong dipikirkan, rekomendasinya apa,” katanya, memicu tawa hadirin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News