PORTALMEDIA.ID, NEW YORK - Prancis resmi mengakui Negara Palestina pada pada Senin, (22/9/2025) waktu New York. Langkah Paris membuat Israel semakin marah menyusul pengakuan serupa oleh empat negara Barat lainnya; Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal, sehari sebelumnya.
Pengakuan dari Prancis disampaikan Presiden Emmanuel Macron. Dialah memimpin pertemuan puncak PBB yang telah mendorong sejumlah pemerintah Barat membuat pengakuan untuk Negara Palestina. "Waktunya perdamaian telah tiba, karena kita hanya beberapa saat lagi tidak dapat meraihnya lagi," ujar Macron dalam pertemuan puncak tersebut.
"Waktunya telah tiba untuk membebaskan 48 sandera yang ditawan Hamas. Waktunya telah tiba untuk menghentikan perang, pengeboman Gaza, pembantaian, dan pengungsian," katanya lagi.
Baca Juga : Pembelaan Prabowo ke Palestina Jadikan RI Target Operasi Senyap
Langkah lima negara Barat ini telah meningkatkan tekanan terhadap Israel yang tengah mengintensifkan perang brutalnya di Gaza yang telah menewaskan puluhan ribu orang.
Macron sebelumnya mengatakan bahwa dia akan menjadikan pembebasan sandera yang ditawan Hamas dalam serangannya terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 sebagai prasyarat untuk membuka Kedutaan Besar Prancis di Negara Palestina.
Rezim Zionis Israel semakin marah dengan bergabungnya Prancis dalam daftar negara Barat yang mengakui Negara Palestina. Para menteri sayap kanan Israel terus mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mencaplok Tepi Barat, yang membuat pendirian Negara Palestina menjadi mustahil.
Baca Juga : Prancis Siap Akui Palestina Merdeka di Sidang Umum PBB
Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Danny Danon, memperingatkan, "Kami akan mengambil tindakan."
"Lebih mudah datang ke sini dan berpidato, berfoto, merasa mereka sedang melakukan sesuatu. Tapi mereka tidak mempromosikan perdamaian. Mereka mendukung terorisme," ujarnya kepada para wartawan.
Amerika Serikat, pendukung diplomatik dan militer penting Israel, telah gagal mendesak sekutu-sekutunya untuk membatalkan rencana pengakuan Negara Palestina, di mana Presiden Donald Trump mengatakan bahwa sebuah negara hanya dapat terwujud melalui negosiasi.
Baca Juga : Gubernur Sulsel Tawarkan Akses Pendidikan bagi Anak-anak Palestina
"Terus terang, dia yakin ini adalah hadiah bagi Hamas," kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt tentang pengakuan Negara Palestina.
"Jadi dia yakin keputusan-keputusan ini hanyalah omong kosong belaka dan belum cukup tindakan dari beberapa teman dan sekutu kita," ujarnya kepada para wartawan di Washington.
Jerman, meskipun lebih kritis daripada Washington terhadap tindakan Israel di Gaza, juga menjauhkan diri dari langkah Prancis dan Inggris dan tidak akan mengakui Negara Palestina.
Baca Juga : Israel Klaim Bunuh Pemimpin Kelompok Militan Palestina
"Solusi dua negara yang dinegosiasikan adalah jalan yang memungkinkan warga Israel dan Palestina hidup dalam damai, aman, dan bermartabat," kata Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul.
Lebih dari 140 pemimpin dunia hadir di New York, tetapi tidak termasuk Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang ditolak visanya oleh otoritas AS, sehingga terpaksa hadir secara virtual.
Israel mengatakan akan melewatkan pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB soal Gaza karena Tahun Baru Yahudi, dan menyebut waktu tersebut disesalkan. Netanyahu pada hari Minggu menegaskan kembali posisinya bahwa tidak akan ada Negara Palestina dan berjanji untuk mempercepat pembangunan permukiman baru di Tepi Barat yang diduduki.
Baca Juga : Media Asing Soroti RI Siap Kirim Pasukan Perdamaian ke Gaza
Dua menteri sayap kanan Israel, Itamar Ben Gvir dan Bezalel Smotrich, melangkah lebih jauh, menyerukan aneksasi atau pencaplokan Tepi Barat. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan kepada AFP pada Jumat pekan lalu."Kita tidak perlu merasa terintimidasi oleh risiko pembalasan," katanya.
Macron telah menyuarakan kekesalannya atas serangan Israel yang berkepanjangan ketika dia memutuskan untuk mengakui Negara Palestina. Inggris, yang lebih dari seabad lalu menyatakan dukungannya terhadap Tanah Air Yahudi, membuka kemungkinan untuk menarik kembali pengakuan Negara Palestina jika Israel menyetujui gencatan senjata di Gaza.
Namun, langkah bersejarah ini juga kemungkinan besar tidak akan berdampak banyak di lapangan. "Kecuali didukung oleh langkah-langkah konkret, mengakui Palestina sebagai negara berisiko mengalihkan perhatian dari kenyataan, yaitu semakin terhapusnya kehidupan Palestina di tanah air mereka," kata Max Rodenbeck, direktur proyek Israel-Palestina di International Crisis Group.
Serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 mengakibatkan kematian 1.219 warga Israel, sebagian besar warga sipil, menurut data resmi Zionis Israel. Operasi brutal militer Israel sejak saat itu telah menewaskan 65.062 warga Palestina, sebagian besar warga sipil, menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, angka yang dianggap PBB kredibel.(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News