0%
Rabu, 05 Oktober 2022 10:45

Perempuan Melawan Kuasa : Kisah Penantian Korban Kekerasan Mendapat Keadilan

Penulis : Gita Oktaviola
Editor : Rahma
Ilustrasi/INT
Ilustrasi/INT

Ruang aman, hingga keadilan di hadapan hukum bagi perempuan korban kekerasan sebatas menjadi angan yang sepanjang hidupnya seperti hantu, membayang-bayangi, proses hukumnya tidak pernah nyata dan tuntas.

PORTALMEDIA.ID, MAKASSAR - Rumah Sakit Provinsi (RSP) Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar, Selasa 4 September seperti biasa, tidak pernah sepi dari pengunjung. Tiap hari dipenuhi pasien yang berharap kesembuhan.

Menjadi RS rujukan di wilayah bagian Timur Indonesia, pasien dari berbagai penjuru daerah tidak hanya di Sulsel, membuat RS Wahidin padat antrian. Orang-orang lalu lalang dengan wajah murung, letih dan tampak suasana hati kacau menjadi pemandangan yang umum disaksikan di RS.

Di salah satu ruang perawatan gedung Brand Center Saraf di RS Wahidin, harapan sembuh dari sakit terpancar dari sosok seorang perempuan dengan status ibu rumah tangga(IRT). Sebut saja namanya Amina(Bukan nama sebenarnya).

Baca Juga : 558 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Makassar Sepanjang 2023

Sudah lebih dari lima bulan lamanya Amina terbaring sakit, tubuhnya tak berdaya menahan luka. Ia bahkan tak dapat mengendalikan dirinya usai insiden pemukulan yang menimpanya bersama suami, disaksikan anaknya pada April lalu kala itu.

Pemukulan yang dilakukan oleh rekan bisnis sang suami bernama Irfan Wijaya, seorang bos pabrik tepung PT Eastern Pearl Flour Mills, Kota Makassar, tidak saja meninggalkan luka fisik di tubuhnya.

Rasa trauma berkepanjangan, diskriminasi dan intimidasi ikut menyayat hatinya. Kondisi ini pula yang menambah parah sakitnya dan harus menjalani perawatan medis lebih lama di RS.

Baca Juga : Pria di Makassar Aniaya Kekasih di Pinggir Jalan Viral di Media Sosial

"Awalnya dirawat di RS Bahagia, sekitar 1 minggu lalu keluar karena oleh dokter dianggap sudah baik. Tanggal 27 September kemarin kembali dilarikan ke RS Grestelina karena darah tidak henti-henti keluar dari mulut,"cerita Amina terurai air mata saat menceritakan sakit yang dideritanya kepada awak Portal Media.

Di RS Grestelina Makassar Amina tidak menunjukkan kondisi lebih baik, Ia lalu dirujuk ke RS Wahidin pada 28 September esok harinya hingga saat ini. Oleh dokter secara medis, Amina diagnosa menderita kerusakan saraf akibat benturan keras di kepalanya saat dianiaya.

Menurut keterangan dokter ada darah menggumpal di bagian belakang kepalanya. Diperparah lagi dari penyakit bawaan autoimun membuatnya harus dirawat intensif di RS.

Baca Juga : Penyidik Satreskrim Polrestabes Makassar Tetapkan Bripda RA dan Mantan Kekasihnya Tersangka Kasus Kekerasan

"Selama beberapa hari saya di sini, belum ada perubahan. Dokter belum bisa izinkan saya turun dari ranjang. Saya juga masih sering dibantu pernafasan,"keluhnya.

Di relungnya, di hati paling dalam, diam-diam di balik ketidakberdayaannya, perempuan itu menyimpan harapan yang coba ditubuhkan.

Jerat hukum yang dialamatkan kepadanya bersama sang suami dianggapnya sebuah kekeliruan. Tuduhan dirinya dan suami telah melakukan kekerasan kepada Irfan Wijaya merupakan cerita yang diputar balik. Polisi lalu menetapkan ia sebagai tersangka tanpa bukti jelas.

Baca Juga : 6 Pelaku Kasus Poliandri Tragis di Gowa Ditangkap, Dua Diantaranya Dilumpuhkan Timah Panas

Perlakukan tidak adil kepolisian diratapinya, sepanjang usianya yang telah 40 tahun, di kepalanya yang sangat percaya dengan lembaga kepolisian luluh lantah oleh kekecewaan.

"Saya sangat percaya oleh polisi, tetapi setelah apa yang saya alami ternyata saya salah. Kasus ini mengajarkan banyak hal soal hidup," kata Amina mencoba mengambil hikmah dari kasusnya.

Walau begitu, harapan untuk sembuh dari sakitnya, dan tak lebih penting adalah harapan ia bersama suami mendapat keadilan di hadapan hukum dari jerat kasus yang membelitnya masih berusaha ia wujudkan.

Baca Juga : Aksi Kekerasan Wadir RS Bahagia Terhadap Balita Tiga Tahun di Makassar Didalami Polisi

"Mau sembuh, dan berharap ada keadilan untuk kami,"katanya dengan kondisi yang masih lemah di pembaringan. Bagaimana tidak kasus ini membuat pikiran dan emosi Amina terkuras.

Nyali Polisi Ciut di Bawah Kuasa Bos Tepung

Polres Gowa yang dianggap Amina sebagai lembaga yang bisa memberi perlindungan kepada dirinya selaku korban penganiayaan ternyata tidak sesuai ekspektasi.

Usai ditinju bos tepung, intimidasi dan ancaman dari pihak Irfan Wijaya sampai harus ia terima sekalipun Amina berada di Kantor Polres Gowa.

"Waktu itu kami ke Polres Gowa dan diarahkan untuk melakukan visum. Setelah kembali ke Polres kami merasa ada tindakan intimidasi. Pak Irfan datang bersama 5 kendaraan mobil dan 7 kendaraan motor. Mereka membesarkan suara motor di samping mobil yang ditumpangi,"bebernya.

Penyidik yang merasa ada ribut - ribut seketika keluar. "Dia (polisi) menghampiri kami dan bilang pulang saja dari pada ada kekacauan terjadi di sini," jelasnya menirukan perkataan petugas kala itu.

Mendengar perkataan penyidik, Amina langsung kaget dan merasa panik. Padahal ia berharap, kalau di Polres adalah tempatnya bernaung untuk dan meminta  bantuan.

Aparat kepolisian menurutnya seakan-akan memberikan sinyal jika pihaknya juga merasa terancam dengan kehadiran bos tepung beserta geng motornya.

"Jadi saya bilang, inikan tempat paling aman pak. Mengapa bapak menyuruh saya pulang. Dan waktu itu saya dipaksa pulang."katanya.

Citra polisi yang awalnya dianggap bisa memberi perlindungan untuk dirinya dari ancaman kekerasan, di mata Amina sudah lenyap."Setelah perlakuannya penyidik waktu itu,saya merasa polisi tidak ada guna-gunanya lagi bertugas melindungi masyarakat," tuturnya.

Intimidasi Menghampiri hingga ke RS

Harapan segera sembuh dari sakitnya terasa sulit menghampiri Amina. Di rumah sakit kiranya ia bisa tenang dengan segala upaya pengobatan yang diberikan oleh dokter, belum juga memberi banyak perubahan.

Jiwa Amina dihantui keberadaan aparat kepolisian yang rutin mendatanginya ke RS. Akibatnya, traumatik yang seharusnya bisa sembuh dengan cepat terus saja membayang-bayangi dengan kedatangan penyidik.

"Saya diintimidasi. Dia biasa datang ke rumah saya. Bahkan ini di rumah sakit, saya dianggap tidak kooparatif memenuhi undangan Polres.

Saya siap diwawancara walau keadaan ku tidak begini,"ungkapnya.

Amina merasa seperti diintimidasi, rasa tidak nyaman seketika muncul tak kala aparat kepolisian berjaga di kamarnya. Pihak penyidik yang beranggotakan 9 orang memberikan cap dan menyampaikannya kepada perawat bahwa Amina adalah seorang tahanan, sehingga perlu diawasi oleh kepolisian.

"Dua orang kanit, dan saya langsung dibilangi tahanan. Dia cerita sama perawat kalau saya ini tahanan," jelasnya.

Pihak kepolisian pun dikatakannya terus memaksakan kehendak agar Amina segera dikeluarkan. Hanya saja pihak RS, dokter dan perawat tidak memberikan izin karena kondisinya yang belum pulih betul.

"Tidak mungkin juga perawat mau bohong. Tapi polisi bilang, tidak bisakah minum obat saja. Tapi tetap dia mau bawa. Bersikeras dia. Tapi kepala perawat bersikeras tidak mau keluarkan saya,"  pungkasnya.

Tak berhenti disitu, penyidik juga membagikan foto Amina bersama suami kepada Kepala Perawat sebagai  dalih daftar pencarian orang (DPO).

"Terus dia bagi-bagi lagi foto saya ke perawat. Dia telepon lagi kepala ruangan. Berbagai macam cara yang dilakukan untuk mengintimidasi,"katanya.

Rasa sakit akibat pemukulan oleh Amina tidak kalah lebih parah dari rasa malu yang pihak kepolisian lakukan kepada dirinya di RS. Sementara tuduhan yang dialamatkan sebagai pelaku kekerasan sama sekali tidak benar.

"Saya malu, hal yang tidak saya lakukan, saya ini hanya korban. Tetapi saya diperlakukan seperti ini. Saya berharap ada keadilan,"ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Redaksi Portal Media menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected] atau Whatsapp 0811892345. Pastikan Anda mengirimkan foto sesuai isi laporan yang dikirimkan dalam bentuk landscape

karangan bunga makassar

Berikan Komentar