PORTALMEDIA.ID, MAKASSAR - Akhir-akhir ini, Kota Makassar diguyur pemberitaan kasus bunuh diri. Ironinya, kasus kematian yang disengaja ini, justru muncul satu per satu dari kalangan remaja.
Sebutlah kasus bunuh diri yang sempat viral baru-baru ini menimpa remaja Makassar yang jasadnya ditemukan di depan Hotel Condotel, yang belakangan diketahui remaja yang masih di bangku SMA tersebut menjatuhkan tubuhnya dari lantai 18 hotel tersebut.
Terbaru pada Senin (14/11/2022) kemarin, mahasiswi Unhas ditemukan jasadnya tergantung di sebuah rumah kosong. Walau belum terkonfirmasi remaja 19 tahun tersebut dibunuh atau sengaja bunuh diri, namun kesan yang muncul di awal Maba Unhas FIB tersebut diduga bunuh diri.
Baca Juga : Kenakan Seragam Petugas Kebersihan, Pemuda di Makassar Ditemukan Tewas Tergantung
Psikolog, Ana Fitriani yang dimintai pandangannya terkait hal ini oleh Portalmedia.id, secara hati-hati dan lugas menyebutkan kasus-kasus bunuh diri pada anak remaja pada umumnya disebabkan oleh kurangnya pengendalian diri atas masalah atau beban hidup yang dialami remaja tersebut.
Menurutnya remaja yang umurnya 16 tahun ke atas memang usia rentan yang perlu pendampingan khusus.
"Apalagi jika mereka baru menemukan hal baru menuju dewasa. Biasa tuntutan menjelang dewasa itulah yang membuat remaja tidak mampu mengendalikan diri atau emosi. Makanya perlu didampingi. Mereka harus diarahkan agar mempu memilah target di masa yang akan datang," jelasnya kepada portalmedia.id saat dikonfirmasi, Senin (14/11/2022).
Baca Juga : Diduga Lakukan Teror Penagihan hingga Sebabkan Debitur Bunuh Diri, AdaKami di Sidang OJK
Selain itu, Ana sapaannya membeberkan rentetan masalah yang biasanya akan mengganggu mental health (kesehatan mental) anak remaja.
"Untuk usia ini, biasanya mereka dituntut untuk belajar mandiri, baik itu tuntutan dari sekolah maupun orang tua. Karena kan mereka sudah mulai memasuki fase kemandirian. Apalagi kalau kita tidak mengetahui tuntutan sosial yang dihadapinya di lingkungan sekolah," bebernya.
Bukan cuma itu, teradang anak remaja juga mengalami beberapa tuntutan dari keluarga. Misalnya, beban untuk menjadi baik, mengayomi adik dan sebagainya.
Baca Juga : Polisi Mulai Periksa Saksi Siswa SMP yang Jatuh dari Lantai 8 Sekolah di Makassar
"Hal itulah yang biasanya akan menambah beban berat bagi remaja. Jika emosinya tidak dapat dikontrol dengan baik, maka akan bermasalah kesehatan mentalnya seperti stres dan depresi," tambah Ana.
Mengenal Masalah Mental Health
Nah, jika kesehatan mental sudah jadi masalah pada remaja, orang yang ada di sekitarnya harus mampu mengenali tanda-tanda itu, agar dapat diantisipasi sebelum mereka memutuskan mengakhiri hidup.
1. Anti Sosial
Baca Juga : Siswa Sekolah Elit di Makassar Tewas, Diduga Bunuh Diri
"Ciri-ciri remaja yang sudah mulai stres dan depresi, mereka sudah anti sosial. Dia mulai menutup diri. Tidak mau cerita dan bergaul dengan orang lain tentang masalahnya," beber Ana.
2. Lakukan Analisa Urutan Kelahiran
Terlebih, kemampuan untuk menganalisis seseorang tentang kesehatan mentalnya dapat juga dilihat dari garis atau urutan kelahiran.
Baca Juga : Bukan Mau Bunuh Diri, Polisi Muda di Makassar Ternyata Ingin Tes Ilmu Tenaga Dalam
"Misalnya, dia anak pertama atau anak tunggal. Kita bisa mendeteksi kemampuan mengolah emosi mereka. Karena urutan kelahiran itu cenderung mempengaruhi pola pikir dan kematangan menghadapi situasi. Semakin banyak anak, maka akan berkurang beban pemikiran. Karena akan terbagi kasih sayang orang tua. Jadi mereka akan belajar mandiri," tuturnya.
3. Tekanan Media Sosial
Lebih lanjut, media sosial juga menjadi salah satu alat informasi yang kapan saja dapat mengganggu kesehatan mental anak remaja.
"Tekanan dengan media sosial juga salah satu yang berpengaruh. Apalagi jika ada sampai dibully atau dirundung sama teman-temannya. Atau mungkin dia lihat teman-temannya bergaul tanpa melibatkan dirinya. Itu bisa saja akan mengganggu kesehatan mental seseorang," jelas Ana.
Maka dari itu, untuk meminimalisir tingginya kasus bunuh diri pada remaja, semua pihak harus paham tentang kesehatan mental. Baik orang tua, guru, dan pemerintah. Mereka harus menggaungkan dan mensosialisasikan isu kesehatan mental.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News