0%
Sabtu, 12 April 2025 14:23

Dosen Antropologi Unhas Soroti Perambahan Lahan di Hutan Luwu Timur

Editor : Redaksi
Dosen Antropologi Unhas Soroti Perambahan Lahan di Hutan Luwu Timur
ist

Isu krisis iklim memang banyak dikaitkan dengan industri ekstraktif. Tapi, yang jauh lebih berbahaya ketika petani atau masyarakat yang cuma menanam jenis tanaman berorientasi market, berujung pada profitisasi dan menyebabkan alih fungsi lahan hutan yang tidak terkontrol.

PORTALMEDIA.ID, LUTIM - Dosen Antropologi Universitas Hasanuddin, Dr. Yahya MA, menyampaikan kekhawatirannya atas maraknya perambahan lahan hutan di Luwu Timur.

Tanamalia, salah satu blok hutan lindung di Loeha Raya, Luwu Timur, saat ini tengah berada dalam ancaman nyata. Dari kejauhan, mungkin tampak seperti kawasan pertanian produktif. Namun di balik hijaunya tanaman merica yang menjulang, tersimpan kisah tentang tekanan terhadap hukum, ekosistem, dan masa depan generasi mendatang. Di atas lahan yang secara hukum telah ditetapkan sebagai konsesi penggunaan kawasan hutan (PPKH), praktik pembukaan kebun tanpa izin terus berlangsung.

Baca Juga : Cerita Petani Merica Loeha Raya: Keberlanjutan Sejati Dimulai dari Saling Mendengarkan

Sebagai seorang peneliti sosial yang telah lama mengamati dinamika di kawasan ini, dosen antropologi Universitas Hasanuddin, Dr Yahya MA menyampaikan kekhawatiran yang semakin dalam atas maraknya perambahan lahan untuk kepentingan pertanian komersial. Ini bukan hanya soal regulasi, tetapi juga soal arah dan masa depan tata kelola lingkungan di Indonesia.

Menurut dia, isu krisis iklim memang banyak dikaitkan dengan industri ekstraktif. Tapi, yang jauh lebih berbahaya ketika petani atau masyarakat yang cuma menanam jenis tanaman berorientasi market, berujung pada profitisasi dan menyebabkan alih fungsi lahan hutan yang tidak terkontrol.

“Masyarakat petani sekarang cenderung pragmatis. Sementara membuka lahan merica di kawasan PPKH itu mereka anggap tidak pernah rugi. Sudah untung penjualan, ketika perusahaan mau ambil alih, mereka dapat ganti rugi lagi. Ganti ruginya dihitung berapa rupiah per tegakan. Jadi jelas sekali keuntungannya,” ungkap dia, 11 April 2025.

Baca Juga : Hari Bumi 2025: PT Vale IGP Morowali Tanam 360 Bibit Pohon di Area Reklamasi

Menurut dia, sebenarnya penegakan hukum kepada penggarap lahan kebun lada di hutan-hutan lindung itu urusan pemerintah. Namun menjadi persoalan, ada kepentingan politik praktis yang ikut mencampuri.

“Para Pemangku Kepentingankan, butuh suara ketika mencalonkan diri saat maju Pilkada atau Pilcaleg. Sehingga, sulit untuk melakukan tindakan tegas. Apalagi, terkait janji kampanye dan masyarakat itu adalah pendukungnya saat pemilu,” lanjutnya.

Konsekuensinya, jelas: deforestasi. Merica memang tanaman bernilai tinggi di pasar global, namun permintaan yang “luar biasa dahsyat” ini telah menciptakan alih fungsi lahan hutan secara tidak terkendali.

Baca Juga : Kunjungan Strategis ke PT Vale, Wagub SulSel: Industri Hijau Pilar Pertumbuhan Berkelanjutan Sulawesi Selatan

“Menurut dia, salah satu pengalaman yang bisa dilihat adalah di PT Vale, hutan rusak karena tanaman merica dan tidak bisa sama sekali dikontrol.”

Yang kerap luput dari perhatian adalah kenyataan bahwa banyak aktivitas masyarakat tidak lagi sejalan dengan prinsip keberlanjutan. Tidak semua bentuk pertanian mendukung konservasi; sebagian justru mempercepat degradasi lingkungan jika tidak diarahkan secara tepat.

Sementara itu, dari sisi tata kelola, otoritas kehutanan di tingkat daerah juga telah menegaskan batas hukum yang berlaku.

Baca Juga : Mulai Fase Operasional Proyek, PT Vale IGP Morowali Perkuat Hilirisasi dan Pasokan Nikel Dunia

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Larona, Pasi Nikmad Ali, menyampaikan bahwa secara regulasi, lahan yang sudah ditetapkan pemerintah sebagai PPKH tidak bisa digarap oleh masyarakat, apalagi dijadikan kebun.

“Padahal tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan seperti itu. Kalaupun ingin tetap menggarap kebun di lahan PPKH, maka negosiasinya harus ke pemegang PPKH. Itu pun tidak sembarang menebang pohon,” tegasnya.

Dalam konteks pengembangan hilirisasi nasional, menjaga integritas kawasan operasi bukan hanya kepentingan ekologi, tetapi juga kepastian investasi dan keberlanjutan sosial.

Baca Juga : Komitmen pada Keberlanjutan, PT Vale Melaju Bersama Proyek Pengembangan di Luwu Timur

Pihak perusahaan sendiri juga memahami tantangan yang dihadapi di lapangan, dan upaya kolaborasi harus dijalankan oleh semua pihak.

Di tengah kompleksitas ini, kita butuh perspektif yang menyeluruh: tidak hanya soal hukum, tetapi juga soal keadilan sosial, transparansi, dan keberlanjutan jangka panjang.

Masyarakat perlu diedukasi agar tidak hanya terjebak dalam logika ekonomi sesaat. Pemerintah perlu memperkuat pengawasan, sementara dunia usaha harus terus hadir bukan hanya sebagai operator, tapi sebagai mitra pembangunan masyarakat dalam mewujudkan hilirisasi negara. Karena kemajuan tidak hanya soal membangun industri, tapi juga menjaga agar pondasinya—yaitu lingkungan dan sosial—tetap kokoh.

Tanamalia hari ini adalah cerminan dari banyak wilayah di Indonesia. Jika dikelola dengan bijak dan kolaboratif, kawasan ini bukan hanya bisa menjadi pusat produksi, tetapi juga simbol keberhasilan kita membangun masa depan yang seimbang antara ekonomi, ekologi, dan kemanusiaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Redaksi Portal Media menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected] atau Whatsapp 081395951236. Pastikan Anda mengirimkan foto sesuai isi laporan yang dikirimkan dalam bentuk landscape

karangan bunga makassar

Berikan Komentar