0%

Iklan top-billboard-article-desktop

Sabtu, 28 Januari 2023 20:49

Dispensasi Perkawinan Anak, 34 Persen Karena Hamil Duluan

Editor : Redaksi
Ilustrasi
Ilustrasi

Pemerintah perlu mengambil langkah seperti meningkatkan kapasitas pengasuhan. Serta akses layanan, dan mengembangkan kemampuan anak.

PORTALMEDIA.ID, JAKARTA - Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA UI) melakukan kajian terkait kasus dispensasi kawin. PUSKAPA UI mengambil sampel putusan dispensasi kawin yang sudah diajukan di Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung. 

Diketahui, 1/3 dari 225 hasil putusan dispensasi perkawinan yang diajukan ke Pengadilan Agama dikarenakan sudah hamil duluan. Analisa itu diperoleh dari data Badilag Mahkamah Agung sepanjang 2020 – 2022.

"PUSKAPA-UI melakukan kajian menguraikan masalah dispensasi perkawinan dan dikabulkannya dispensasi kawin karena faktor anaknya sudah hamil terlebih dahulu. Dari 225 putusan, sebanyak 34 persen dikarenakan faktor kehamilan," kata Ketua Inklusi dan Perlindungan Sosial PUSKAPA-UI, Andrea Andjaringtyas, dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu, 28 Januari 2023.

Baca Juga : Sidang Keliling PA Makassar Layani Isbat dan Gugatan Cerai, Wali Kota Danny Beri Dukungan

Dari hasil kajian, Andrea mengatakan, ada empat masalah melatarbelakangi kehamilan anak hingga akhirnya mendorong perkawinan anak. Pertama, kesulitan hidup di keluarga rentan dan tidak memiliki kapasitas pengasuhan yang baik. 

Kedua, anak tidak mendapat dukungan positif dari keluarga, komunitas dan kelompok sebaya. Selanjutnya, anak tidak memiliki kemampuan untuk menimbang risiko kehamilan, dan anak memandang perkawinan sebagai cara menikmati masa remaja. 

"Pemerintah perlu mengambil langkah seperti meningkatkan kapasitas pengasuhan. Serta akses layanan, dan mengembangkan kemampuan anak," kata Andrea.

Baca Juga : Ribuan Anak Hamil di Luar Nikah, BKKBN Nilai Akibat Pengetahuan Rendah

"Membuka dan menyetarakan akses, memperkuat ikatan sosial keluarga, menyusun kebijakan kesehatan fisik (termasuk reproduksi) dan mental. Dukungan pengasuhan, pencapaian pendidikan formal 12 tahun dan pemberdayaan untuk penghidupan," sambungnya.

Sementara itu, Anggota Dewan Pengarah BRIN, Emil Salim, meminta agar para penghulu diinformasikan bahwa anak-anak di bawah 19 tahun tidak boleh menikah.

"Koreksi terhadap penghulu harus diberikan. Perkawinan adalah membentuk satuan keluarga sebagai bagian dari masyarakat. Jika keluarga tidak terdidik, maka masyarakat jadi tidak terdidik," ujar Emil Salim. (*)

Baca Juga : Stunting dan Pernikahan Anak Masih Jadi Masalah di Desa

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Redaksi Portal Media menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected] atau Whatsapp 0811892345. Pastikan Anda mengirimkan foto sesuai isi laporan yang dikirimkan dalam bentuk landscape

karangan bunga makassar

Berikan Komentar