PORTALMEDIA.ID, MAKASSAR - Kehidupan glamour yang dipamerkan oleh Mario Dandy Satrio, anak dari eks Kepala Bagian Umum DJP Jakarta Selatan II, Rafael Alun Trisambodo ini, sempat viral di media sosial (Medsos)
Kehidupan mewah yang kerap dipamerkan Dandy disorot warga net seiring kasus penganiaayan yang dilakukan terhadap anak petinggi GP Ansor di Jakarta.
Setelah aksinya itu, seluruh kehidupan glamournya mulai dikuliti oleh netizen hingga dihadiahi kecaman dan pencopotan yang harus diterima oleh ayahnya.
Baca Juga : Dilelang, Jeep Rubicon Mario Dandy Turun Harga hingga Rp 109 Juta
Imbas dari kasus ini, kehidupan para pegawai di Kementerian Kuangan (Kemenkeu) ikut disorot. Belum lama ini Kepala Kantor Bea dan Cukai Daerah Istimewah Yogyakarta (DIY), Eko Darmanto ikut dicopot dari jabatannya sebagai buntut dari gaya hidup mewah yang kerap dimaperkan di Medos.
Hebohnya pengecaman yang dilakukan oleh berbagai pihak, juga berimbas kepada seluruh pegawai yang bekerja di kantor Pajak. Salah satunya, Agus Suprayetno Kepala Seksi Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (Humas) Kanwil DJP Sulselbartra.
Saat dikonfirmasi portalmedia.id, Agus mulai membantah anggapan masyarakat tentang kehidupan glamour pegawai pajak. Katanya, selama 25 tahun berkecimpung di dunia perpajakan, ia tak pernah merasakan kehidupan glamor seperti yang dibincangkan masyarakat.
Baca Juga : Kanwil DJP Sulselbartra Kumpulkan Pajak Rp3,57 Triliun
"Sejak saya mutasi di Sulselbartra 5 Oktober 2020 lalu, kehidupan pegawainya biasa saja termasuk saya. Kalau selama saya bekerja di DJP sejak 1998 sampai sekarang ini, kehidupan dan upah saya biasa saja," ucapnya, Sabtu (04/03).
Kehidupan yang mapan dia rasakan karena kedua anaknya mampu berkuliah di Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Dan bisa membahagiakan keluarga.
"Yang mahal dari saya karena anak saya kuliah di Kedokteran UGM, meski SPP murah, tapi biaya kosnya cukup mahal karena haus bayar setiap 6 bulan. Belum lagi biaya makan serta ongko ojek online," ungkapnya.
Baca Juga : Pelaporan SPT Kanwil DJP Sulselbartra Capai 97%
"Uang saya juga kadang habis untuk beli tiket pulang kampung yang selalu naik. Tapi, walau harganya mahal sekali, asal bisa bertemu dengan anak-anak di kampung," terangnya.
Agus menganggap kehidupan yang dirasakannya sekarang biasa - biasa saja dan cukup normal sesuai yang dirasakan masyarakat pada umumnya.
Di rumah lanjut Agus, ia hanya memiliki kendaraan pribadi mobil merek Feroza keluaran tahun 1994 dan sepeda motor Vario keluaran tahun 2006. "Rumah jug ada di kampung. Sidoarjo. Belinya Rp110 juta," katanya.
Baca Juga : Driver Ojol di Makassar Dianiaya Pria Mabok saat Menunggu Penumpang
Namun, kehidupan dan biaya hidup kata Agung tergantung gaji yang diterima setiap karyawan.
"Kalau gaji bervariasi. Sesuai grading yang sudah ditentukan pemerintah. Penerimaannya bergantung kepada absensi dan sudah ada aturan disiplin pegawainya," tutup Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News