PORTALMEDIA.ID, JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (Aji) Indonesia, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), dan organisasi non-pemerintah yang membela hak kelompok LGBT, Arus Pelangi melakukan pendataan berita media daring yang berperspektif gender dan melindungi hak minoritas.
Tiga organisasi ini mengumpulkan data secara kuantitatif dengan memeriksa satu per satu pemberitaan media online dengan menggunakan kata kunci LGBT. Ketiganya melakukan pengecekan 113 berita media lokal dan nasional selama dua bulan, sepanjang Januari dan Februari 2023.
Hasilnya, sebanyak 100 berita menunjukkan tidak berperspektif gender, lima netral, dan delapan berperspektif gender. Media sering mengutip pernyataan yang diskriminatif seperti dari tokoh ormas sebanyak 35 kali, 31 anggota DPRD, 25 kali walikota, bupati, dan wakil bupati, dan 16 kali kepala dinas dan kepala bidang. Adapun, suara kelompok LGBT hanya lima.
Baca Juga : Zulkifli Hasan Kembali "Kawinkan" Chaidir-Suhartina di Pilkada Maros
Manajer Advokasi SEJUK, Tantowi Anwari mengatakan media juga banyak menggunakan diksi yang memuat stigma, yakni LGBT perilaku menyimpang sebanyak 29 kali, LGBT dilarang oleh agama 28 kali, dan LGBT melanggar norma susila atau budaya 13 kali.
“Diksi diskriminatif mempertebal stigma dan melanggengkan diskriminasi terhadap minoritas LGBT,” kata Tantowi dalam keterangannya yang diterima Portalmedia.id, Senin (6/3/2023).
Sementara itu, Sekretaris Jenderal AJI Indonesia, Ika Ningtyas menuturkan pemberitaan sejumlah media online cenderung diskriminatif terhadap LGBT menjelang Pemilihan Umum 2024 yang berpotensi memperparah persekusi dan kekerasan terhadap LGBT.
Baca Juga : PKB Segera Umumkan Calon Kepala Daerah
Media online berskala lokal maupun nasional lebih banyak memuat pernyataan politisi dan pejabat pemerintah yang menyerukan anti-LGBT. Ia mencontohkan pernyataan Wali Kota Medan Bobby Nasution yang mengumumkan Medan anti- LGBT.
Ujaran itu kemudian, kata Ika diikuti pejabat publik di Makassar, Bandung, Garut, Kalimantan Utara, dan Sampang yang mendorong pembentukan Rancangan Peraturan Daerah anti-LGBT.
“Media lebih banyak mengamplifikasi dan mempromosikan kebijakan diskriminatif melalui pernyataan politisi dan pejabat,” ujar Ika Ningtyas.
Baca Juga : UU Pilkada Larang Pj Kepala Daerah Maju Pilkada
Melalui temuan itu, AJI Indonesia, SEJUK, dan Arus Pelangi mendorong media massa untuk menulis berita yang inklusif terhadap kelompok minoritas LGBT, menghormati keberagaman, dan menggunakan perspektif hak asasi manusia sesuai prinsip Deklarasi Universal HAM.
Pemberitaan media massa, lanjut Ika seharusnya tidak menyebarkan prasangka, provokasi, dan kebencian terhadap kelompok LGBT yang berujung pada diskriminasi, persekusi, dan kekerasan. Setiap jurnalis wajib menaati Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers.
“Media massa harus ekstra hati-hati dengan pola-pola penggunaan politik identitas jelang 2024,” pungkas Ika.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News