PORTALMEDIA.ID, MAKASSAR - Kasus pemukulan pasutri atau pasangan suami istri oleh boss pabrik tepung di Makassar, yang kemudian korban dijadikan tersangka oleh Penyidik Polres Gowa masih terus bergulir.

Untuk diketahui, sedari awal kasus inj melibatkan suami dan istri bernama Riski Amalia Putri alias Kiki bersama suaminya Amiruddin Malik. Pasutri ini diketahui dalam kasus ini diduga mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh pria bernama Irfan Wijaya, bos pabrik PT Eastern Pearl Flour Milla, sebuah perusahaan besar yang diketahui merupakan pabrik tepung.
Perwakilan Lembaga Badan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (APIK), Rosmiati Sain mengatakan laporan Polisi dari korban telah ditindak Lanjuti oleh Polres Gowa dan telah menetapkan Irfan Wijaya sebagai tersangka dalam kasus ini dimana saat ini berkasnya telah di P-21 oleh Kejaksaan Negeri Gowa sejak tanggal 2 Agustus 2022 dan sekarang menjadi perhatian pihak Kejaksaan dengan mengeluarkan P-21A.
Baca Juga : GP Ansor Gowa Siap Bersinergi Jaga Persatuan dan Kondusifitas Daerah
Lebih lanjut, pada tanggal 10 April 2022 Irfan ternyata melaporkan balik Korban dengan Laporan Polisi; LP No : LP/B/439/IV/2022/SPKT/POLRES GOWA.
Berdasarkan kronologi dari kasus tersebut, ada beberapa kejanggalan dalam
mengawal penanganan kasus tersebut yang diungkapkan oleh Ros.
Pertama adalah, penyidik Polres Gowa yang menangani Laporan Irfan Wijaya, awalnya tidak memberikan kesempatan kepada Amiruddin Malik untuk menghadirkan Saksi yang meringankan;
Baca Juga : 41 Personel Polres Gowa Raih Prestasi, Satu Dipecat Diduga Terlibat Narkoba
Kemudian, penyidik tidak mau menerima bukti-bukti surat dan dokumen yang diajukan oleh Amiruddin Malik, tetapi setelah itu menerima dengan terpaksa karena sempat terjadi perdebatan antara penyidik dan korban.
Penyidik sempat meminta Amiruddin Malik mewakili Kiki memberikan keterangan untuk BAP dengan alasan Amiruddin ada saat
kejadian dan korban juga berada dimobil dalam keadaan sakit (bantuan
Oksigen) dan penyidik juga tidak mau mendatangi Riski Amalia Putri (korban)
dimobil.
"Akhirnya Kiki memaksakan turun dari mobil dengan kondisi sakit dan tetap memberikan keterangan (BAP) dengan bantuan oksigen hingga akhirnya muntah darah, karena penyidik tidak memberikan sedikitpun kesempatan kepada Riski Amalia Putri," ungkapnya.
Baca Juga : Polres Gowa Ringkus 12 Geng Motor, Kerap Sebar Teror Busur
Beberapa keterangan tidak sesuai dengan yang disampaikan oleh Kiki dan ketika dikoreksi penyidik marah dan mengatakan
menghabiskan kertas.
Bahkan, penyidik melarang dan menghalang-halangi Kiki untuk melapor dan ditangani di Unit PPA dengan alasan Unit PPA hanya untuk anak dibawah umur;
"Bahwa Penyidik tidak bersikap Objektif dan tidak mengarahkan dan cenderung berpihak kepada Irfan Wijaya. hal ini dapat dilihat pada saat Penyidik melakukan Rekonstruksi, Penyidik hanya melakukan Rekonstruksi Versi Irfan Wijaya yang adegannya sebagian besar adalah rekayasa dan Settingan dari Irfan Wijaya," bebernya.
Baca Juga : Ditegur Buang Sampah Sembarangan, Pria di Gowa Tega Aniaya Tetangga
Penyidik juga mengarahkan Irfan Wijaya dalam proses rekonstruksi apabila gerakan yang dilakukan Irfan Wijaya tidak sesuai skenario penyidik, dan tidak menerima komplain apapun dari kedua korban karena tidak sesuai dengan situasi yang sebenarnya.
Penyidik juga menurut Pihak LBH Apik mengabaikan rekomendasi Gelar Perkara Khusus yang dilakukan di Polda Sulsel pada tanggal 27 Mei 2022 yang memerintahkan agar Rekonstruksi dilaksanakan secara Objekif dan Tuntas
Sejak tanggal 2 Agustus 2022 berkas Irfan Wijaya sebagai Tersangka telah di P-21 oleh Kejaksaan Negeri Gowa namun Penyidik Polres Gowa, menurut Ros terkesan mengulur-ulur Proses Hukum terhadap Irfan.
Baca Juga : Diberi Tumpangan, Pria di Gowa Malah Aniaya Pemilik Salon Hingga Pingsan, Harta Benda Digasak
Hal ini dibuktikan pada saat kedua korban dan rekannya mempertanyakan posisi Berkas Perkara Irfan Wijaya di Polres Gowa pada tanggal 15 Agusutus 2022 dan dijawab oleh Penyidik belum tau. “Belum tau kalau sudah P21," bebernya menirukan perkataan penyidik.
Padahal Kejaksaan menyatakan bahwa sejak tanggal 2 Agustus 2022 berkas tersebut telah di P-21.
Mirisnya lagi setelah kejadian kekerasan tersebut, Kiki harus di opname selama 2 hari di rumah sakit. Ia bahkan harus menjalani terapi konseling minimal 2 tahun sebagaimana anjuran Psikolog UPT PPA Provinsi Sulawesi Selatan, akibat menderita trauma psikis yang menurut Psikolog tersebut sedang dalam keadaan traumatik berat bahkan sakit secara fisik (psikosomatis).
Terakhir, dalam rangka mendorong kelancaran penanganan kasus tersebut, Tim Pengacara sudah melakukan beberapa langkah advokasi di antaranya:
- Mempertanyakan perkembangan penanganan kasus di Polres Gowa.
- Meminta kasus kekerasan yang dialami oleh Korban (Riski Amalia Putri) dit angani di Unit PPA.
- Melaporkan ke Polda untuk dilakukan Gelar Perkara Khusus
- Melaporkan ke Propam terkait kinerja Penyidik Polres Gowa.
- Menyurat ke berbagai Instansi untuk meminta dukungan eksternal dari
penanganan kasus tersebut.
Oleh karena itu, LBH APIK Sulsel bersama Tim Pengacara yang mendampingi kasus tersebut menyatakan:
- Mendesak Pihak Kepolisian dan Kejaksaan untuk menindaklanjuti kasus tersebut diatas sebagai upaya penegakan Hukum di Indonesia.
- Mendesakkan kepada Kejaksaan Negeri untuk membatasi ruang gerak pelaku dengan melakukan penahanan terhadap tersangka Pelaku kekerasan terhadap Perempuan yang hingga saat ini masih dan terus melakukan intimidasi terhadap pihak korban.
- Mendesakkan ke pihak Propam Polda Sulsel untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap kinerja Penyidik Polres Gowa dan menghindari adanya Kriminalisasi terhadap Korban.
- Mendorong Pemerintah UPT PPA Provinsi Sulawesi Selatan untuk membantu melakukan upaya pemulihan terhadap situasi yang dialami oleh korban yakni Trauma berat dan psikosomatis akibat kasus tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
