0%
Senin, 12 Desember 2022 12:57

Kasus Kekerasan Seksual KOWAD, TNI Diminta Jalankan Mandat UU TPKS

Editor : Redaksi
Ilustrasi
Ilustrasi

Antara Mayor Bagas dengan Letda Caj GER terdapat relasi kuasa dalam ranah pekerjaan dan ranah sosial.

PORTALMEDIA.ID, JAKARTA - Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual, meminta agar TNI menerapkan Undang-undang No 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), dalam penanganan kasus kekerasan seksual yang dilakukan anggota Paspamres, Mayor Inf Bagas Firmansiaga terhadap Letda Caj GER.

"Terhadap kasus yang terjadi di tubuh TNI, kami dari Jaringan Pembela Hak Perempuan sangat menghormati kewenangan dan hasil proses yang telah dilakukan POM TNI dalam penanganan kasus tersebut. Namun, sebagai masyarakat sipil yang peduli pada perempuan korban yang terlibat dalam perkara terkait kekerasan seksual, mengingatkan kembali bahwa kita memiliki UU TPKS," ujar Bivitri Susanti, mewakili Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual, dalam keterangan resminya, Senin, 12 Desember 2022.

Ia menegaskan, proses penyelidikan yang dilakukan TNI seharusnya memberlakukan ketentuan yang tertuang dalam UU TPKS. Yaitu, dalam hal perkara melibatkan perempuan, apalagi antara Mayor Bagas dengan Letda Caj GER terdapat relasi kuasa dalam ranah pekerjaan dan ranah sosial, sehingga terdapat dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Mayor Bagas selaku senior dalam kedinasan yang memiliki kewenangan dalam pelaksanaan tugas yang sedang dilakukan Letda Caj GER, maupun dalam relasi laki-laki terhadap perempuan berdasarkan UU Nomor 7 tahun 1984 Tentang Pengesahan Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW), maka penanganan tidak dapat dilakukan seperti penanganan perkara lainnya.

Baca Juga : TNI Kerahkan 60 Ribu Prajurit Pengamanan Mudik

"CEDAW memandatkan agar negara melindungi perempuan korban dalam pengadilan nasional, termasuk dalam Polisi Militer. Sebagaimana mandat CEDAW, diberlakukan guna menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dengan menggunakan analisis gender dan sosial sebagai salah satu kekhususan bagi perempuan untuk mendapatkan kesempatan yang sama mendapatkan keadilan. UU TPKS telah menetapkan bahwa relasi kuasa menjadi unsur tindak pidana kekerasan seksual," terangnya.

Aparat Penegak Hukum (APH), lanjutnya, harus menerapkan prinsip-prinsip dan pedoman perempuan yang berhadapan dengan hukum, sebagaimana diatur Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.

Disamping itu, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim yang menangani perkara tindak pidana kekerasaan seksual harus memenuhi persyaratan memiliki kompetensi penanganan korban yang berperspektif hak asasi manusia dan sensitivitas gender dan telah mengikuti pelatihan penaganan perkara TPKS.

Baca Juga : Aturan Baru Hampir Tuntas, TNI Polri Bisa Isi Jabatan ASN

"Aparat POM yang menangani perkara ini tak terkecuali juga memiliki pelatihan terkait penanganan perkara tindak pidana kekerasan seksual, menjunjung tinggi HAM, tanpa intimidasi, tidak menjustivikasi kesalahan, tidak melakukan viktimisasi," tegas Bivitri.

Dalam korban menyampaikan laporan langsung melalui kepolisian, dalam hal ini POM TNI, wajib menerima laporan di ruang pelayanan khusus (UPTD PPA) yang menjamin keamanan dan kerahasiaan korban. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima oleh petugas atau penyidik yang melaksanakan pelayanan khusus bagi korban.

"Memenuhi hak korban dalam penanganan, perlindungan dan pemulihan sebagaimana UU TPKS. Dan apabila belum tersedia, dapat berjejaring dengan Layanan Berbasis Masyarakat dan/atau pemerintah daerah," pungkasnya.

Baca Juga : Pemerkosaan Libatkan Anak Pejabat di Gowa Jadi Atensi Koalisi Aktivis Perempuan Sulsel

Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual kemudian mendesak Pimpinan dan Institusi TNI, POM TNI dalam melakukan pemeriksaan terhadap Letda GER menggunakan analisis gender dan analisis sosial sebelum menentukan sebagai korban atau pelaku.

"POM TNI agar mematuhi ketentuan UU TPKS sejak menerima laporan Korban TPKS, dimana Polisi Militer mempunyai kewajiban berkoordinasi dengan pendamping korban, berkoordinasi dengan pendamping seperti LPSK, layanan pendamping berbasis masyarakat dan/atau pemerintah daerah untuk memberikan perlindungan saksi dan/atau korban, KemenPPPA sebagai penyelenggara Pelayanan Terpadu tingkat Pusat," paparnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Redaksi Portal Media menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected] atau Whatsapp 0811892345. Pastikan Anda mengirimkan foto sesuai isi laporan yang dikirimkan dalam bentuk landscape

karangan bunga makassar

Berikan Komentar