PORTALMEDIA.ID – Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menyatakan kesiapan parlemen untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, yang kembali mencuat setelah disinggung oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Namun, ia menegaskan bahwa pembahasan baru dapat dimulai setelah pemerintah menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM).
“Kita di DPR tentu siap. Tapi kita menunggu dulu DIM dari pemerintah. Itu yang jadi dasar kita membahas,” ujar Adies saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (7/5/2025) malam.
Baca Juga : Puan Maharani Minta TNI Jelaskan Rencana Penempatan Prajurit di Kantor Kejaksaan
Menurut Adies, Surpres (Surat Presiden) yang ada saat ini merupakan dokumen lama yang dikirim di era Presiden Joko Widodo. Karena itu, jika ada revisi atau pembaruan, pemerintah dipersilakan untuk mengajukan kembali.
“Surpres yang sekarang masih dari pemerintahan sebelumnya. Kalau mau diajukan ulang dengan pembaruan, tentu boleh dan itu tidak masalah,” jelas politisi Partai Golkar tersebut.
Dukungan terhadap pengesahan RUU ini juga datang dari Fraksi Golkar. Ketua Fraksi Golkar di DPR RI, Sarmuji, menyatakan partainya siap memberikan dukungan penuh apabila pemerintah secara resmi mengajukan pembahasan.
Baca Juga : Meity Rahmatia Dukung Program 80 Ribu Koperasi Prabowo, Tekankan Prinsip Keadilan dan Transparansi
“Kita siap. Enggak ada masalah. Tinggal menunggu saja dari pemerintah,” kata Sarmuji singkat.
RUU Perampasan Aset sendiri telah mengalami jalan panjang dan sempat mandek selama lebih dari satu dekade. Naskah akademiknya disusun sejak 2008 dan kembali masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas pada tahun 2023.
Pemerintah melalui Presiden Jokowi bahkan telah mengirimkan Surpres pada 4 Mei 2023 dengan nomor R-22/Pres/05/2023, namun belum ditindaklanjuti hingga kini.
Baca Juga : Prabowo Dorong RUU Perampasan Aset, Mulai Bangun Komunikasi Politik Lintas Partai
RUU ini mengatur tentang wewenang negara untuk merampas aset hasil kejahatan, khususnya yang bernilai minimal Rp100 juta.
Salah satu poin penting adalah mekanisme perampasan aset yang tidak memerlukan proses pidana, khususnya terhadap kekayaan penyelenggara negara yang dianggap tidak wajar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News